Wednesday, August 6, 2008

Terpuruknya bursa saham akhir-akhir ini menimbulkan pertanyaan akan kesehatan ekonomi kita. Bila keadaan ekonomi kita baik, koreksi yang terjadi di pasar modal kita tidak akan berlangsung terlalu lama. Sebaliknya, bila keadaan ekonomi kita memburuk, tekanan pada bursa saham kita masih akan berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Bagaimanakah keadaan dan prospek ekonomi kita sesungguhnya?

Pada bulan Juli, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali terpuruk. Walaupun dalam perdagangan minggu lalu naik, dibandingkan awal Juli, IHSG masih turun 133,46 poin (turun 5,68 persen). Dibandingkan awal tahun, IHSG sudah terkoreksi 486,16 poin atau turun 17,79 persen.

Banyak faktor eksternal yang memicu terjadinya penurunan di bursa saham kita. Dalamnya koreksi pada IHSG membuat banyak kalangan bertanya-tanya tentang daya tahan ekonomi kita. Apalagi pada bulan Mei terjadi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Ada yang mengkhawatirkan hal itu akan mengurangi daya beli rakyat.

Dampak negatif dari kenaikan harga BBM terhadap perekonomian memang cukup signifikan. Hal utama yang paling dirasakan adalah kenaikan harga barang yang mendorong angka inflasi menjadi dua digit, di atas 10 persen. Pada Juni inflasi tahunan meningkat ke 11,03 persen.

Kenaikan harga BBM dan inflasi tinggi yang ditimbulkannya sudah barang tentu menambah beban hidup masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari jatuhnya Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) ke level 65 pada bulan Juni. Ini adalah level terendah sepanjang sejarah survei ini.

Bila IKK bertahan pada level ini pada bulan-bulan mendatang, hampir dipastikan masyarakat akan mulai mengurangi belanjanya. Dalam keadaan yang tidak menentu, biasanya orang cenderung lebih hati-hati menggunakan uangnya, untuk berjaga-jaga bila keadaan menjadi benar-benar memburuk.

Bila ini terjadi, ekonomi Indonesia akan mengalami perlambatan secara signifikan karena sekitar 65 persen dari ekonomi kita disumbang oleh belanja rumah tangga.

Untungnya, IKK tidak akan terlalu lama bertengger pada posisi terendahnya. Pengalaman selama ini menunjukkan, dampak kenaikan harga BBM terhadap IKK hanya bertahan dua bulan. Setelah itu, IKK cenderung mengalami kenaikan.

Hal ini terlihat pada Maret dan Oktober 2005. Pada Oktober 2005 IKK jatuh amat dalam. Namun, pada Desember 2005 IKK mulai meningkat. Jadi, di bulan mendatang ada harapan IKK mulai naik lagi ke level yang lebih tinggi. Konsumen tampaknya belum akan mengurangi belanjanya secara signifikan dalam waktu dekat.

Hal lain yang agak melegakan adalah adanya indikasi bahwa sebagian besar dari dampak kenaikan harga BBM sudah terlihat pada angka inflasi bulan Juni. Menurut perhitungan Danareksa Research Institute (DRI), setiap kenaikan 10 persen harga BBM bersubsidi akan menghasilkan inflasi tambahan sekitar 0,7 persen. Jadi, kenaikan harga pada bulan Mei rata-rata 28,7 persen akan menghasilkan inflasi tambahan sekitar 2 persen.

Prediksi inflasi DRI semula, untuk Juni tanpa ada kenaikan harga BBM adalah sekitar 9,13 persen. Jadi sampai dengan Juni, kenaikan harga BBM sudah memberi tambahan inflasi mendekati 2 persen.

Artinya, pada bulan-bulan mendatang angka inflasi tahunan cenderung menurun. Daya beli masyarakat tak akan tergerus lebih dalam lagi. Hal ini, antara lain, yang menjadi salah satu faktor pemulihan IKK pada bulan-bulan mendatang. Tentunya, pemerintah tetap harus menjaga agar harga pangan tidak lagi naik terlalu tinggi.

Inflasi untuk tahun ini diperkirakan masih dua digit. Angka inflasi tahunan pada akhir 2008 diperkirakan pada kisaran 10,97 persen. Inflasi tahunan akan cenderung menurun pada tahun 2009, dan pada Mei 2009 inflasi akan turun tajam ke bawah level 9 persen. Pada akhir 2009 inflasi tahunan diperkirakan akan turun ke sekitar 7,59 persen.

0 comments: